Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Senin, 28 Mei 2012

Cost, Insurance and Freight


Cost, Insurance and Freight (CIF) adalah bagian dari Incoterms. Penyerahan barang dengan Cost, Insurance and Freight dilakukan di atas kapal, namun ongkos angkut dan premiasuransi sudah dibayar oleh penjual sampai ke pelabuhan tujuan, dengan begitu penjual wajib untuk mengurus formalitas ekspor. CIF disebut juga dengan CFR atau Cost and Freight. CIF = Cost, Insurance, Freight, artinya CNF + Insurance (Asuransi) ditanggung oleh eksportir. Untuk kondisi CIF ini asuransi ditutup oleh pihak importir.
CIF (Cost Insurance and Freight) yaitu harga barang sampai pelabuhan tujuan dan kondisi dimana penjual atau eksportir menanggung semua biaya pengapalan sampai ke pelabuhan tujuan dan ekpsortir wajib menutup asuransinya. Freight Cost atau yang biasa kita kenal di Indonesia dengan ongkos angkut adalah pengeluaran (expenditure) untuk memindahkan barang dari gudang penjual ke gudang pembeli, merupakan komponen utama kedua dari landing cost dan landing cost calculation (The Abstraction).
Penjual melakukan penyerahan barang – barang kepada pengangkut yang ditunjuknya sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos – ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang – barang itu sampai ke tempat tujuan. Hal tersebut bearti bahwa pembeli memikul semua resiko dan membayar semua ongkos yang timbul setelah barang – barang yang wajib setelah barang – barang. Selain itu dengan persyaratan CIF, maka penjual memiliki kewajiban untuk menutup kontrak asuransi dan melakukan pembayaran premi asuransi. Persyaratan penyerahan barang dengan CFR hanya dapat dilakukan untuk pengangkutan laut dan pengangkutan antara pulau saja.
Kondisi ekspor-impor di Indonesia
Dalam transaksi ekspor dari Indonesia ke negara lain syarat pembayarannya selalu FOB (Free on Board) sedangkan pada transaksi impor ke Indonesia syarat pembayarannya selalu CFR (Cost and Freight) atau CIF (Cost, Insurance and Freight). Dalam kedua atau tiga jenis kondisi tersebut pebisnis Indonesia selalu berada pada posisi di bawah, dalam arti kalah dalam perolehan valuta asing yaitu pada kondisi FOB untuk transaksi ekspor, langkah pebisnis Indonesia untuk menghimpun devisa dari hasil ekspornya terhenti pada saat barang yang diekspor dimuat ke kapal yang akan mengangkut barang dagangan itu.
Berarti perolehan valuta asing pebsinis Indonesia dari barang yang diekspornya hanya berupa “harga pabrik” ditambah biaya-biaya yang dikeluarkan eksportir sampai barang tiba di atas kapal yang memuatnya sementara biaya angkutan (freight) dibayar oleh importir di negara lain sana dan diterima oleh pebisnis asing adalah importir yang memilih sarana pengangkut dan sejauh ini mereka tidak memilih perusahaan pelayaran Indonesia sebagai pengangkut.
Sebaliknya dalam transaksi impor, harga barang yang harus dibayar oleh importir adalah sampai dengan barang dibongkar dari kapal di pelabuhan tujuan di Indonesia, termasuk biaya asuransinya (pada kondisi CIF) atau tidak termasuk biaya asuransi (kondisi CFR). Memang uang tambang dibayar oleh eksportir di sana namun biaya-biaya itu harus dibayar kembali oleh importir Indonesia. Suatu hal pasti bahwa transaksi ekspor dari Indonesia dengan kondisi harga CIF atau CFR seperti dikehendaki (diinginkan) oleh pebisnis Indonesia, tentu boleh-boleh saja, demikian juga kondisi harga FOB untuk impor ke Indonesia, namun apakah mitra bisnisnya di luar negeri setuju dengan apa yang diinginkan oleh pebisnis Indonesia itu.
Banyak faktor yang memerlukan pendalaman kajian lebih lanjut. Pertama, bagaimana bargaining power pebisnis Indonesia dalam melakukan negosiasi dengan mitra bisnis di luar negeri, Kedua, bagaimana ketersediaan sarana pengangkut (=kapal laut) Indonesia, yaitu kapal yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran Indonesia. Kedua faktor penentu bagi pilihan syarat harga sesuai ketentuan Incoterms, merupakan faktor-faktor krusial yang sulit ditembus oleh kebanyakan eksportir dan importir Indonesia, karena:

1. Komoditas ekspor Indonesia mempunyai banyak saingan, banyak negara beriklim tropis yang juga mengekspor kopi, teh, minyak sawit mentah (CPO) dan juga produk-produk garment (TPT, tekstil dan produk tekstil) dan lain-lain.
2. Kalau lokasi negara pesaing dengan negara pengimpor lebih dekat, tentu eksportir negara lain itu dapat menawarkan harga yang lebih bersaing daripada harga yang ditawarkan oleh eksportir Indonesia eshingga meminta harga CIF/CFR bagi komoditas ekspor Indonesia cukup berat dari sisi negosiasinya.

3. Telah umum diketahui bahwa porsi armada niaga nasional Indonesia belum mencapai 10% dari armada niaga asing yang melayani jalur pelayaran yang sama; situasi ini sangat menyulitkan pebisnis Indonesia untuk meminta harga FOB bagi barang ekspornya sebab menyangkut kepastian penyediaan sarana pengangkut.
Kalau importir di luar negeri setuju membayar dengan harga CFR/CIF tetapi pada saat “latest shipment date” kapal Indonesia tidak tersedia, merupakan situasi yang sangat berat bagi eksportir Indonesia. Meminta perubahan kondisi L/C sehingga importir di Negara lain, yang membuka L/C, dapat menyetujui pengapalan dengan kapal non-Indonesia mungkin bisa saja tetapi dikhawatirkan importer di luar negeri tersebut akan meminta kompensasi dalam satu dan lain bentuk, atau menetapkan penalty yang memberatkan eksportir Indonesia.
Melihat kepada dua situasi krusial tersebut, mungkin eksportir Indonesia sementara waktu ini harus terima saja, hanya mendapat perolehan devisa yang cukup kecil dan importer Indonesia harus nerima mengeluarkan devisa banyak-banyak. Satu hal sangat diharapkan yaitu pihak-pihak terkait, terutama KADIN Indonesia, INSA dan asosiasi bisnis lainnya melancarkan segala daya upaya yang diperlukan untuk meningkatkan bargaining power eksportir dan importir Indonesia.
Perhitungan CIF untuk kasus Jim Masson

*Harga barang                                                             : $21,500
*Ongkos kirim + insurance ($) :

                  Angkutan didarat dikurangi penanganan       : 798

                  Angkutan samudra                                          : 2,633

                  Asuransi risiko dagang                                    : 105

                  Asuransi laut – total barang                           : 167.15

                    Jumlah                                                           : 3,703.15

*Pajak : Total Nilai Belanja = $21,500 + $3,703.15 = $25,20315.
Syarat harga barang minimum dan maksimalnya tidak diketahui,maka tidak bisa menentukan pajak yang harus dibayar.



Senin, 09 April 2012

PRIVATISASI PERUSAHAAN



Menurut saya jika membaca dari kasus tersebut, dan agar suatu privatisasi bisa berjalan dengan baik bagi perusahaan tersebut. Kita harus bisa melihat masalah secara internal dan eksternal dari perusahaan tersebut dan jika perusahaan tersebut harus menjual sehamnya kepada investor untuk menyelamatkan perusahaan tersebut dari masalah kerugian yang bisa mengalami kebangkrutan. Sebagai eksekutif perusahaan untuk melakukan privatisasi harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah itu sendiri karna bagaimanapun perusahaannya adalah milik pemerintah atau Negara, jadi perlu ijin. Dan jika menjual saham maka bisa menambah kas, dan bisa digunakan buat lebih mengembangkan perusahaan menjadi lebih baik, efisien, dan optimal dalam pengelola perusahaan maka Pihak perusahaan harus tau berapa besar saham yang harus di jual kepada investor dan lebih baik tidak menjual sahamnya di atas 50% agar kita juga bisa memiliki saham dan wewenang untuk perusahaan. Dan memperoleh modal ekuitas baru berupa fresh money sehingga pengembangan usaha menjadi lebih cepat. Dan setelah kita mendapatkan dana dari investor yang menanamkan saham kepada perusahaan, langkah selanjutnya kita lihat masalah internal dan eksternal dan untuk menutupi uang kerugian dan menganti alat-alat yang rusak. Dan menghindari dari kebangkrutan atau ‘KOLEP’. Dan masalah gaji Dan pemberian insentif dapat disamakan dengan pegawai negeri itu sendiri. Tetapi tetap harus sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang telah berlaku dan sekalipun berbeda dengan undang-undang ketenagakerjaan yang mengatur juga mengenai gaji dan pemberian insentif maka harus ada persetujuan antara kedua belah pihak, yaitu pihak perusahaan dan karyawan. Biasanya sudah ada lembaga serikat pekerja yang menangani masalah ini
Untuk program yang dilakukan sebagai eksekutif perusahaan saya akan memberikan pelatihan kepada keryawan yang lebih intensif terhadap bidangnya masing-masing guna untuk meningkatkan mutu dan kualitas kinerja terhadap perusahaan.