Cost, Insurance and Freight
Cost,
Insurance and Freight (CIF) adalah bagian dari Incoterms. Penyerahan barang
dengan Cost, Insurance and Freight dilakukan di atas kapal, namun ongkos angkut
dan premiasuransi sudah dibayar oleh penjual sampai ke pelabuhan tujuan, dengan
begitu penjual wajib untuk mengurus formalitas ekspor. CIF disebut juga dengan
CFR atau Cost and Freight. CIF = Cost, Insurance, Freight, artinya CNF +
Insurance (Asuransi) ditanggung oleh eksportir. Untuk kondisi CIF ini asuransi ditutup
oleh pihak importir.
CIF
(Cost Insurance and Freight) yaitu harga barang sampai pelabuhan tujuan dan
kondisi dimana penjual atau eksportir menanggung semua biaya pengapalan sampai
ke pelabuhan tujuan dan ekpsortir wajib menutup asuransinya. Freight Cost atau
yang biasa kita kenal di Indonesia dengan ongkos angkut adalah pengeluaran
(expenditure) untuk memindahkan barang dari gudang penjual ke gudang pembeli,
merupakan komponen utama kedua dari landing cost dan landing cost calculation
(The Abstraction).
Penjual
melakukan penyerahan barang – barang kepada pengangkut yang ditunjuknya
sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos – ongkos angkut yang perlu
untuk mengangkut barang – barang itu sampai ke tempat tujuan. Hal tersebut
bearti bahwa pembeli memikul semua resiko dan membayar semua ongkos yang timbul
setelah barang – barang yang wajib setelah barang – barang. Selain itu dengan
persyaratan CIF, maka penjual memiliki kewajiban untuk menutup kontrak asuransi
dan melakukan pembayaran premi asuransi. Persyaratan penyerahan barang dengan
CFR hanya dapat dilakukan untuk pengangkutan laut dan pengangkutan antara pulau
saja.
Kondisi
ekspor-impor di Indonesia
Dalam
transaksi ekspor dari Indonesia ke negara lain syarat pembayarannya selalu FOB
(Free on Board) sedangkan pada transaksi impor ke Indonesia syarat
pembayarannya selalu CFR (Cost and Freight) atau CIF (Cost, Insurance and
Freight). Dalam kedua atau tiga jenis kondisi tersebut pebisnis Indonesia
selalu berada pada posisi di bawah, dalam arti kalah dalam perolehan valuta
asing yaitu pada kondisi FOB untuk transaksi ekspor, langkah pebisnis Indonesia
untuk menghimpun devisa dari hasil ekspornya terhenti pada saat barang yang
diekspor dimuat ke kapal yang akan mengangkut barang dagangan itu.
Berarti
perolehan valuta asing pebsinis Indonesia dari barang yang diekspornya hanya
berupa “harga pabrik” ditambah biaya-biaya yang dikeluarkan eksportir sampai
barang tiba di atas kapal yang memuatnya sementara biaya angkutan (freight)
dibayar oleh importir di negara lain sana dan diterima oleh pebisnis asing
adalah importir yang memilih sarana pengangkut dan sejauh ini mereka tidak
memilih perusahaan pelayaran Indonesia sebagai pengangkut.
Sebaliknya
dalam transaksi impor, harga barang yang harus dibayar oleh importir adalah
sampai dengan barang dibongkar dari kapal di pelabuhan tujuan di Indonesia,
termasuk biaya asuransinya (pada kondisi CIF) atau tidak termasuk biaya
asuransi (kondisi CFR). Memang uang tambang dibayar oleh eksportir di sana
namun biaya-biaya itu harus dibayar kembali oleh importir Indonesia. Suatu hal
pasti bahwa transaksi ekspor dari Indonesia dengan kondisi harga CIF atau CFR
seperti dikehendaki (diinginkan) oleh pebisnis Indonesia, tentu boleh-boleh
saja, demikian juga kondisi harga FOB untuk impor ke Indonesia, namun apakah
mitra bisnisnya di luar negeri setuju dengan apa yang diinginkan oleh pebisnis
Indonesia itu.
Banyak
faktor yang memerlukan pendalaman kajian lebih lanjut. Pertama, bagaimana
bargaining power pebisnis Indonesia dalam melakukan negosiasi dengan mitra
bisnis di luar negeri, Kedua, bagaimana ketersediaan sarana pengangkut (=kapal
laut) Indonesia, yaitu kapal yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran
Indonesia. Kedua faktor penentu bagi pilihan syarat harga sesuai ketentuan
Incoterms, merupakan faktor-faktor krusial yang sulit ditembus oleh kebanyakan
eksportir dan importir Indonesia, karena:
1. Komoditas ekspor Indonesia mempunyai banyak saingan, banyak negara beriklim tropis yang juga mengekspor kopi, teh, minyak sawit mentah (CPO) dan juga produk-produk garment (TPT, tekstil dan produk tekstil) dan lain-lain.
2. Kalau lokasi
negara pesaing dengan negara pengimpor lebih dekat, tentu eksportir negara lain
itu dapat menawarkan harga yang lebih bersaing daripada harga yang ditawarkan
oleh eksportir Indonesia eshingga meminta harga CIF/CFR bagi komoditas ekspor
Indonesia cukup berat dari sisi negosiasinya.
3. Telah umum diketahui bahwa porsi armada niaga nasional Indonesia belum mencapai 10% dari armada niaga asing yang melayani jalur pelayaran yang sama; situasi ini sangat menyulitkan pebisnis Indonesia untuk meminta harga FOB bagi barang ekspornya sebab menyangkut kepastian penyediaan sarana pengangkut.
Kalau
importir di luar negeri setuju membayar dengan harga CFR/CIF tetapi pada saat
“latest shipment date” kapal Indonesia tidak tersedia, merupakan situasi yang
sangat berat bagi eksportir Indonesia. Meminta perubahan kondisi L/C sehingga
importir di Negara lain, yang membuka L/C, dapat menyetujui pengapalan dengan
kapal non-Indonesia mungkin bisa saja tetapi dikhawatirkan importer di luar
negeri tersebut akan meminta kompensasi dalam satu dan lain bentuk, atau
menetapkan penalty yang memberatkan eksportir Indonesia.
Melihat
kepada dua situasi krusial tersebut, mungkin eksportir Indonesia sementara
waktu ini harus terima saja, hanya mendapat perolehan devisa yang cukup kecil
dan importer Indonesia harus nerima mengeluarkan devisa banyak-banyak. Satu hal
sangat diharapkan yaitu pihak-pihak terkait, terutama KADIN Indonesia, INSA dan
asosiasi bisnis lainnya melancarkan segala daya upaya yang diperlukan untuk
meningkatkan bargaining power eksportir dan importir Indonesia.
Perhitungan CIF untuk kasus Jim Masson
*Harga barang : $21,500
*Ongkos kirim + insurance ($) :
Angkutan
didarat dikurangi penanganan : 798
Angkutan samudra : 2,633
Asuransi risiko dagang : 105
Asuransi laut – total barang : 167.15
Jumlah :
3,703.15
*Pajak : Total Nilai Belanja = $21,500 + $3,703.15 = $25,20315.
Syarat harga barang minimum dan
maksimalnya tidak diketahui,maka tidak bisa menentukan pajak yang harus
dibayar.